Video Dokumentasi Klien Rumah Sehat Alfian

Disclaimer: Tidak untuk ditiru, semua praktik pengobatan dikerjakan oleh ahli yang berpengalaman dan tidak semua jenis pengobatan dapat kami dokumentasikan. 

Spondylosis Lumbalis adalah kondisi degeneratif pada tulang belakang bagian bawah (lumbal), yang sering kali terjadi seiring dengan penuaan. Spondylosis lumbalis melibatkan kerusakan pada diskus intervertebralis (cakram) dan sendi-sendi di tulang belakang bagian bawah, yang dapat menyebabkan nyeri punggung bawah, kekakuan, dan gangguan mobilitas. Proses degeneratif ini dapat menyebabkan pembentukan taji tulang (osteofit) yang mengiritasi saraf dan menyebabkan nyeri atau gejala lain seperti mati rasa dan kelemahan pada kaki.

Faktor Risiko dan Penyebab:
Penyebab utama dari spondylosis lumbalis adalah penuaan, karena seiring bertambahnya usia, diskus intervertebralis menjadi kurang elastis dan lebih rentan terhadap kerusakan. Faktor risiko lainnya termasuk cedera atau trauma pada tulang belakang, postur tubuh yang buruk, serta pekerjaan atau aktivitas yang mengharuskan seseorang untuk mengangkat beban berat atau

Trigger Finger atau dalam istilah medis dikenal sebagai Tenosynovitis Stenosing adalah kondisi di mana jari mengalami kesulitan untuk bergerak atau bahkan terjepit dalam posisi tertentu, seperti terkunci dalam posisi membengkok. Kondisi ini terjadi ketika tendon yang menggerakkan jari mengalami peradangan dan pembengkakan, sehingga menghalangi gerakan jari dengan lancar. Jari yang terkena bisa terasa kaku, nyeri, dan sering kali terdengar suara “klik” saat digerakkan.

Faktor Risiko dan Penyebab:
Penyebab utama trigger finger adalah peradangan pada tendon yang menghubungkan otot dengan tulang di jari. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko terjadinya kondisi ini termasuk aktivitas yang melibatkan gerakan tangan dan jari berulang, seperti mengetik, mengangkat barang berat, atau pekerjaan yang mengharuskan memegang alat dalam waktu lama. Penyakit tertentu seperti diabetes dan rheumatoid arthritis juga dapat meningkatkan risiko terkena trigger finger karena dapat memengaruhi kesehatan tendon dan sendi. Selain itu, faktor usia juga berperan, di mana orang yang lebih tua cenderung lebih sering mengalami gangguan ini karena penurunan elastisitas tendon. Cedera pada tangan atau jari, serta postur tubuh yang buruk, juga dapat menjadi pemicu kondisi ini.

Kifosis Cervical adalah kelainan postur pada tulang belakang bagian leher (cervical), di mana terjadi penurunan atau pembengkokan abnormal yang berlebihan ke depan pada area leher. Hal ini menyebabkan posisi kepala menjadi lebih maju daripada posisi normalnya, yang dapat mengakibatkan rasa nyeri di leher, bahu, dan bahkan punggung atas. Kifosis cervical sering kali menyebabkan ketegangan pada otot-otot leher dan kepala serta mengganggu mobilitas leher, mengarah pada masalah seperti pusing, sakit kepala, dan mati rasa di tangan atau lengan.

Faktor Risiko dan Penyebab:
Penyebab utama kifosis cervical adalah postur tubuh yang buruk, seperti kebiasaan membungkuk atau posisi kepala yang terlalu maju, terutama saat menggunakan ponsel atau komputer dalam waktu lama (sering disebut “tech neck”). Selain itu, cedera atau trauma pada leher, seperti kecelakaan lalu lintas atau jatuh, juga dapat menyebabkan perubahan bentuk tulang belakang yang berkontribusi pada kifosis. Penyakit degeneratif seperti osteoarthritis atau spondylosis cervical, yang menyebabkan penurunan fungsi diskus dan sendi di tulang belakang, juga dapat memperburuk kondisi kifosis cervical. Faktor lainnya termasuk kondisi bawaan atau kelainan struktur tulang belakang yang mempengaruhi bentuk normalnya. Selain itu, kelebihan berat badan yang memberi beban tambahan pada tulang belakang serta faktor usia yang berhubungan dengan degenerasi tulang belakang turut menjadi faktor risiko.

Temporo Mandibular Joints (TMJ) adalah kondisi yang memengaruhi sendi temporomandibular, yaitu sendi yang menghubungkan rahang bawah (mandibula) dengan tulang tengkorak di bagian samping kepala. Gangguan ini sering kali menyebabkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pada daerah rahang, sekitar telinga, dan terkadang hingga kepala. Gejala yang umum termasuk nyeri atau klik saat membuka mulut, kesulitan membuka mulut lebar, serta rasa sakit yang dapat menyebar ke leher, bahu, atau wajah. Gangguan TMJ juga dapat menyebabkan tinnitus (telinga berdenging) atau pusing.

Faktor Risiko dan Penyebab:
Penyebab utama gangguan TMJ dapat bervariasi, tetapi sering kali terkait dengan tekanan atau cedera pada sendi rahang. Salah satu penyebab yang umum adalah kebiasaan menggertakkan gigi atau menggigit secara berulang, yang dapat menyebabkan ketegangan berlebihan pada sendi. Selain itu, gangguan TMJ juga dapat dipicu oleh cedera atau trauma pada rahang atau wajah, seperti kecelakaan atau pukulan langsung. Penyakit sendi degeneratif seperti osteoarthritis atau rheumatoid arthritis dapat merusak struktur sendi TMJ dan memperburuk kondisinya. Faktor risiko lainnya termasuk stres, yang menyebabkan ketegangan otot-otot wajah dan rahang, serta kelainan gigitan atau gangguan pada susunan gigi yang dapat menambah tekanan pada sendi. Faktor genetik dan kelainan struktur sendi juga dapat memainkan peran dalam peningkatan kerentanannya terhadap gangguan.

Bell’s Palsy adalah kondisi yang menyebabkan kelumpuhan sementara pada otot-otot wajah, yang umumnya terjadi pada satu sisi wajah. Penyebab utama dari Bell’s Palsy adalah peradangan pada saraf wajah (saraf wajah ketujuh), yang mengontrol gerakan otot wajah. Gejala umum termasuk kelumpuhan atau kelemahan mendalam pada satu sisi wajah, yang membuat sulit untuk menutup mata, tersenyum, atau mengerutkan dahi. Dalam beberapa kasus, penderita juga dapat merasakan nyeri atau kesemutan di sekitar rahang atau belakang telinga. Kondisi ini biasanya terjadi secara mendadak dan dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa minggu hingga bulan, meskipun pada sebagian orang gejala dapat bertahan lebih lama.

Faktor Risiko dan Penyebab:
Bell’s Palsy sering kali terjadi setelah infeksi virus, seperti virus herpes simpleks yang menyebabkan penyakit seperti herpes atau cacar air, serta virus lain seperti Epstein-Barr atau flu. Infeksi virus ini dapat menyebabkan peradangan pada saraf wajah, yang mengganggu fungsinya. Selain itu, faktor genetik juga dapat mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk mengembangkan Bell’s Palsy. Beberapa orang dengan riwayat keluarga Bell’s Palsy mungkin lebih rentan terhadap kondisi ini. Stres, kehamilan (terutama pada trimester kedua), infeksi saluran pernapasan atas, serta diabetes juga meningkatkan risiko terjadinya Bell’s Palsy. Meskipun penyebab pasti masih belum sepenuhnya dipahami, kondisi ini sering terjadi pada individu yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah atau yang baru saja mengalami infeksi virus. Faktor lingkungan seperti suhu dingin atau angin yang mengenai wajah juga diyakini dapat memicu timbulnya gejala pada sebagian orang.

Knee Joint Pain atau nyeri pada sendi lutut adalah kondisi yang menyebabkan rasa sakit atau ketidaknyamanan pada bagian lutut, yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan mengurangi mobilitas. Nyeri ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari cedera hingga gangguan degeneratif pada struktur sendi lutut, seperti tulang, ligamen, atau jaringan lunak di sekitarnya. Gejalanya dapat berupa nyeri tajam, kaku, atau rasa sakit saat bergerak, berdiri lama, atau menaiki tangga.

Faktor Risiko dan Penyebab:
Penyebab utama knee joint pain meliputi cedera atau trauma pada lutut, seperti robekan ligamen (misalnya ACL), cedera pada meniskus (pelindung tulang rawan pada lutut), atau patah tulang. Selain itu, kondisi degeneratif seperti osteoarthritis adalah salah satu penyebab paling umum dari nyeri lutut, terutama pada individu yang lebih tua. Osteoarthritis terjadi ketika lapisan tulang rawan yang melindungi sendi lutut menipis dan rusak, menyebabkan gesekan langsung antara tulang yang bisa menimbulkan rasa sakit. Faktor risiko lainnya termasuk kelebihan berat badan atau obesitas, karena berat badan berlebih memberikan tekanan lebih pada sendi lutut, meningkatkan risiko kerusakan sendi. Aktivitas fisik yang berlebihan atau berulang, seperti berlari jarak jauh atau olahraga yang memberi tekanan tinggi pada lutut, juga dapat menyebabkan cedera dan nyeri lutut. Selain itu, kelainan bentuk lutut, postur tubuh yang buruk, dan faktor genetik dapat memengaruhi kecenderungan seseorang untuk mengalami nyeri lutut. Penyakit lain seperti gout dan rheumatoid arthritis juga dapat menyebabkan peradangan dan nyeri pada sendi lutut.

Frozen Shoulder, atau dalam istilah medis dikenal sebagai Adhesive Capsulitis, adalah kondisi yang menyebabkan kekakuan, nyeri, dan terbatasnya gerakan pada sendi bahu. Kondisi ini terjadi ketika jaringan ikat di sekitar sendi bahu mengalami peradangan, penebalan, dan pembentukan adhesi (jaringan parut) yang mengurangi kelenturan dan mobilitas sendi. Gejala utama frozen shoulder adalah rasa sakit yang meningkat pada malam hari, kesulitan mengangkat tangan, serta keterbatasan gerakan dalam aktivitas sehari-hari, seperti menyisir rambut atau mengenakan pakaian.

Faktor Risiko dan Penyebab:
Penyebab pasti dari frozen shoulder belum sepenuhnya dipahami, namun kondisi ini sering kali muncul setelah periode tidak aktif atau immobility pada bahu, seperti setelah cedera atau operasi yang mengharuskan bahu tetap diam dalam waktu lama. Faktor risiko utama termasuk diabetes, yang meningkatkan kecenderungan peradangan pada sendi dan jaringan ikat, serta gangguan tiroid. Selain itu, frozen shoulder lebih sering terjadi pada wanita berusia antara 40 hingga 60 tahun. Cedera pada bahu atau postur tubuh yang buruk juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi ini, karena ketegangan atau penggunaan yang tidak tepat pada sendi bahu bisa menyebabkan peradangan. Beberapa faktor lain yang berperan termasuk penyakit jantung, stroke, dan kondisi medis lainnya yang mengurangi kemampuan untuk bergerak atau menggunakan sendi bahu secara normal.

Cerebrovascular Disease (CVD) adalah sekelompok gangguan yang melibatkan pembuluh darah di otak, yang dapat menyebabkan gangguan aliran darah, kerusakan jaringan otak, dan beragam masalah neurologis. CVD mencakup berbagai kondisi, seperti stroke (iskemik dan hemoragik), transient ischemic attack (TIA), dan penyakit pembuluh darah otak lainnya. Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhambat oleh gumpalan darah atau penyempitan pembuluh darah, sementara pada stroke hemoragik, perdarahan terjadi akibat pecahnya pembuluh darah di otak. Penyakit ini dapat mengakibatkan kelumpuhan, gangguan bicara, masalah memori, serta kesulitan dalam bergerak dan berfungsi sehari-hari, tergantung pada area otak yang terpengaruh.

Faktor Risiko dan Penyebab:
Penyebab utama dari CVD adalah gangguan pada pembuluh darah otak yang mengganggu pasokan darah dan oksigen ke otak. Faktor risiko utamanya meliputi hipertensi (tekanan darah tinggi), yang memperburuk kekuatan dinding pembuluh darah, serta peningkatan kadar kolesterol dalam darah, yang dapat menyebabkan plak menumpuk dan menghambat aliran darah. Diabetes juga merupakan faktor risiko besar, karena dapat merusak pembuluh darah dan menyebabkan penyempitan pembuluh darah otak. Selain itu, kebiasaan merokok, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, serta pola makan yang tidak sehat dapat memperburuk risiko CVD. Faktor genetik juga berperan, terutama bagi individu dengan riwayat keluarga yang menderita stroke atau penyakit jantung. Kondisi lain seperti penyakit jantung (termasuk fibrilasi atrium), kelainan pembekuan darah, dan penggunaan alkohol atau obat-obatan terlarang juga meningkatkan risiko terjadinya CVD. Stres, konsumsi alkohol berlebihan, serta diet yang tidak sehat juga menjadi faktor yang dapat memperbesar risiko stroke, terutama pada individu yang memiliki gaya hidup tidak sehat.

Stroke adalah kondisi medis serius yang terjadi ketika aliran darah ke otak terganggu, menyebabkan kerusakan pada jaringan otak. Stroke dapat dibagi menjadi dua jenis utama: stroke iskemik, yang terjadi akibat penyumbatan atau pengurangan aliran darah ke otak, biasanya disebabkan oleh pembekuan darah atau penyempitan pembuluh darah, dan stroke hemoragik, yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah di otak yang menyebabkan perdarahan. Gejala stroke bisa bervariasi tergantung pada bagian otak yang terpengaruh, tetapi umumnya termasuk kesulitan berbicara, kelumpuhan pada satu sisi tubuh, kebingungan, pusing, dan kehilangan keseimbangan. Stroke membutuhkan penanganan medis segera, karena jika tidak ditangani dengan cepat, dapat menyebabkan kerusakan permanen pada otak dan bahkan kematian.

Faktor Risiko dan Penyebab:
Faktor risiko utama untuk stroke meliputi hipertensi (tekanan darah tinggi), yang dapat merusak dinding pembuluh darah dan menyebabkan pembuluh darah menjadi lebih rapuh atau tersumbat. Diabetes juga meningkatkan risiko stroke karena dapat merusak pembuluh darah kecil dan besar, menyebabkan masalah aliran darah. Kolesterol tinggi dan penyakit jantung, terutama fibrilasi atrium, yang meningkatkan pembentukan bekuan darah, merupakan faktor risiko signifikan lainnya. Selain itu, gaya hidup tidak sehat seperti merokok, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, dan pola makan yang tinggi lemak jenuh dan garam juga meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke. Konsumsi alkohol berlebihan dan penggunaan obat-obatan terlarang juga dapat merusak pembuluh darah dan memperburuk risiko stroke. Faktor genetik, seperti riwayat keluarga dengan stroke atau penyakit kardiovaskular, juga berperan penting dalam menentukan kerentanannya. Faktor lingkungan seperti stres dan paparan suhu ekstrem juga dapat memicu terjadinya stroke pada individu yang sudah berisiko.

Thoracal Bending adalah kondisi kelainan pada tulang belakang bagian dada (thorakal), di mana terjadi kelengkungan abnormal pada area tulang belakang ini. Kelengkungan ini bisa berupa peningkatan sudut kelengkungan normal (hiperkifosis) atau penurunan kelengkungan (hipolordosis), yang dapat menyebabkan gangguan postur tubuh, nyeri punggung, dan keterbatasan dalam gerakan tubuh bagian atas. Thoracal bending seringkali memengaruhi kualitas hidup seseorang, menyebabkan rasa tidak nyaman, ketegangan otot, serta penurunan kemampuan mobilitas.

Faktor Risiko dan Penyebab:
Penyebab utama dari thoracal bending adalah kelainan postur tubuh yang berlangsung lama, seperti kebiasaan membungkuk atau duduk dalam posisi yang tidak ergonomis, yang dapat mengubah bentuk alami tulang belakang bagian dada. Cedera atau trauma pada tulang belakang akibat kecelakaan atau benturan keras juga dapat menyebabkan perubahan kelengkungan pada bagian thorakal. Selain itu, faktor-faktor seperti penyakit degeneratif, termasuk osteoarthritis dan spondylosis, dapat menyebabkan penurunan fleksibilitas dan kerusakan pada cakram tulang belakang, yang memperburuk kelengkungan abnormal. Kelainan bawaan (misalnya skoliosis atau penyakit Scheuermann) yang memengaruhi perkembangan tulang belakang sejak usia muda juga dapat menyebabkan thoracal bending. Gaya hidup yang tidak sehat yang ditandai dengan aktivitas fisik yang sedikit atau malas bergerak, kelebihan berat badan, serta faktor usia yang berkaitan dengan degenerasi tulang dan cakram tulang belakang juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi ini.